BBUSKP Jajaki BPPT untuk Kembangkan Biosensor Baru

Jakarta – (29/01) Tim Pengembangan Biosensor BBUSKP Jakarta tahun ini memiliki target baru. Tim KH2 yang diketuai Dr. Rita Sari Dewi berencana memfokuskan pengembangan sensor yang berprinsip ikatan antigen-antibodi spesifik. “Kami ingin memindahkan prinsip pengujian lab ke dalam sebuah kit sehingga dapat efektif dan cepat digunakan di lapangan. Kami masih melakukan kajian terhadap beberapa metode seperti Lateral Flow Immuno-Assay (LFIA), Loop Mediated Isothermal Amplification (LAMP), atau mungkin metode lain,” jelas Rita saat menyampaikan kegiatan persiapan pengembangan Biosensor kepada Kepala Balai, Sriyanto, Ph.D.

“Kami akan berusaha fasilitasi apa yang dikembangkan oleh tim. Mohon dibuat kajian detailnya terkait fokus apa yang akan dikembangkan,” sambut Sriyanto.

Pada Kamis lalu (23/01) Tim KH2 melakukan koordinasi ke Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (PTFM) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sebelumnya PTFM telah berhasil mengembangkan kit diagnostik deteksi cepat terhadap Demam Berdarah Dengue dengan prinsip LFIA. Setelah melalui pengembangan selama 4 tahun, kini kit tersebut telah dipasarkan melalui kerja sama dengan salah satu perusahaan farmasi BUMN.

Kepala Program Biofarmasetika BPPT, Dr. Irvan Faizal, M.Eng bersama tim menerima kunjungan BBUSKP untuk berkoordinasi terkait pengembangan metode yang dilakukan. “Kami menyambut baik kunjungan dari BBUSKP. Harapannya kita dapat berkolaborasi menghasilkan inovasi baru. Selama ini kita berkutat dengan penyakit manusia, inovasi deteksi terhadap penyakit hewan merupakan tantangan baru bagi kami,” sambut Irvan.

Pihaknya menjelaskan ada tiga tahapan utama yang harus dilewati hingga menghasilkan prototipe skala laboratorium. “Tahun 2015 hingga 2016 kami fokus pada pengembangan master seed menggunakan sel hibridoma, tahun 2017 kami berhasil mengembangkan produk antara (bahan baku) berupa antiobdi monoklonal, dan di tahun 2018 kita berhasil menyusun kit diagnostiknya untuk skala prototipe laboratorium,” jelas Irvan

Menurutnya, untuk mengembangkan kit deteksi yang baik dibutuhkan fasilitas penunjang laboratorium yang memadai termasuk SDM yang terlatih. Prinsip kit deteksi adalah harus memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Untuk itu pihaknya memilih mengembangkan monoklonal antibodi dibanding poliklonal. Ini merupakan titik kritis dimana produksi antibodi monoklonal metodenya cukup rumit dan membutuhkan fasilitas pendukung yang tidak setengah-setengah. (timhumasbbuskp)

#KarantinaUjiStandar
#LaporKarantina