Jakarta (14–16/02) – Dalam rangka meningkatkan kompetensi personel Laboratorium Keamanan Hayati Nabati, Karantina Pertanian Uji Standar (BBUSKP) menyelenggarakan Pelatihan Griyaan bertema Pengujian Aflatoksin pada Biji Pala Menggunakan Instrumen High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan narasumber dari PT. Radin Nugrah Daksatama (RDN).
Kegiatan yang diikuti oleh seluruh personal Laboratorium Keamanan Hayati Nabati BBUSKP secara luring dan Unit Pelaksanan Teknis Karantina Pertanian (UPTKP) secara daring, dibuka oleh Risma JP Silitonga selaku Koordinator Substansi Pelayanan Pengujian mewakili Kepala BBUSKP.
“Pengujian cemaran aflatoksin pada biji pala sangat penting mengingat biji pala merupakan komoditas andalan ekspor Indonesia yang memiliki peran strategis. Indonesia masih dianggap sebagai produsen dan eksportir biji serta fuli pala terkemuka di dunia dengan penguasaan pasar mencapai 75%. Aroma dan cita rasa pala Indonesia yang khas serta rendeman minyak yang tinggi menjadi daya tarik tersendiri bagi pasar luar negeri, khususnya Eropa. Border rejection akibat serangan cendawan Aspergilus flavus serta kontaminasi Aflatoksin (B1 dan total) serta okratoksin A yang melebihi BMR yang ditemukan di sejumlah negara Uni Eropa. Masalahnya ada pada kualitas dan standar mutu komoditas yang terkontaminasi aflatoksin dalam jumlah yang melebihi batas maksimum yang ditetapkan pada Permentan No 55 Tahun 2016 yaitu 5 ppm untuk aflatoksin B1 dan aflatoksin total 10 ppb,” ungkap Risma.
Elan Hernadi beserta tim dari PT. Radin Nugrah Daksatama (RDN) memaparkan materi mengenai batas cemaran aflatoksin pada biji pala, metode pengujian cemaran aflatoksin menggunakan metode VICAM, standar EN 17424:2020 dan Asghar et al. 2020, latihan perhitungan pembuatan sampel spiking dan deret standar kurva kalibrasi, serta pembuatan sampel spiking. “Personel laboratorium harus memahami mengenai karakter dan sifat mikotoksin khususnya aflatoksin, karena sifat-sifat tersebut akan menentukan metode analisis seperti apa yang paling sesuai. Misalnya ada perbedaan polaritas, perbedaan sifat ionik, tingkat cemaran, serta matriks sampel komoditas yang diuji,” jelas Elan.
Setelah paparan materi, peserta dibagi kelompok untuk melakukan beberapa praktikum antara lain: (i) perhitungan pembuatan sampel spiking dan deret standar kurva kalibrasi, (ii) cara menggunakan kolom afinitas VICAM, (iii) preparasi sampel biji pala menggunakan 2 metode (VICAM dan Asghar et al. 2020), serta (iv) analisis larutan uji menggunakan HPLC detector fluoresens. Hasil praktikum kemudian dipresentasikan per kelompok pada hari terakhir rangkaian kegiatan.
Menutup kegiatan, Andri selaku Kepala Bagian Umum BBUSKP menyampaikan apresiasi kepada peserta dan narasumber yang telah hadir dalam pelatihan griyaan ini. “Kami mengharapkan seluruh peserta dapat meningkatkan kompetensi dalam pengujian cemaran aflatoksin pada biji pala sehingga jika ada persyaratan sertifikasi aflatoksin dapat kita akselerasi dan harmonisasikan dengan metode pengujian yang telah dikembangkan di BBUSKP,” ujar Andri.