Jakarta (19/02)–Karantina Pertanian Uji Standar gelar Webinar Series #Dua dengan topik Deteksi Dini Virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan Ternak secara daring melalui zoom meeting dan diikuti oleh dokter hewan karantina dari seluruh UPT Karantina Pertanian. Webinar menyoroti peran penting laboratorium lingkup karantina pertanian dalam melakukan deteksi dini agar wabah PMK yang ada bisa diputus rantai penyebarannya. “Wabah PMK ini tentunya menjadi ujian bagi citra baik karantina, untuk itu karantina harus bersinergi satu sama lain agar penyakit ini bisa dilokalisir dan dicegah penularannya,” ujar Sriyanto dalam kata sambutannya. Oleh karena itu, menurut Sriyanto, menjadi tugas karantina untuk mengupayakan agar kegiatan karantina yang diarahkan untuk pencegahan bisa berlangsung efektif dan optimal.Wisnu Wasesa Putra, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani mewakili Kepala Badan Karantina Pertanian menyampaikan pencegahan wabah PMK dan mitigasi risiko merupakan upaya bersama seluruh jajaran UPT Karantina Pertanian. “Lakukan upaya pencegahan terkait penyebaran PMK, pertahankan daerah/propinsi/kabupaten yang masih bebas. Hal ini tidak mudah, untuk itu UPT Karantina Pertanian agar lakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait upaya bersama dalam rangka menguatkan peran dan pentingnya pos pemeriksaan kesehatan di propinsi/kabupaten” ujar Wisnu. PMK adalah salah satu penyakit yang sangat menular yang ditandai dengan adanya vesikel dan erosi pada mulut, hidung, puting dan kuku. Penyakit ini menyerang hewan ternak sapi, kerbau, kambing, domba dan babi; satwa liar seperti rusa, jerapah, antelop, babi hutan, onta; serta hewan non-kuku belah seperti anjing, gajah kangguru, beruang, landak, armadillo, nutria, kapibara. Suwarno, Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga selaku Narasumber memaparkan penyakit ini mempunyai tingkat morbiditas hampir 100% dan mortalitas 1-5% untuk hewan tua, >20% bagi hewan muda. Hampir 100 tahun Indonesia terbebas dari virus PMK. Kasus pertama di tahun 1887 di Malang, 1983 wabah di Jawa Tengah, 1986 Indonesia dinyatakan bebas berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 260/1986, dan 1990 dinyatakan bebas menurut Resolusi OIE No. XI/1990. “Virus PMK ini diduga masuk ke Indonesia melalui importasi daging/susu dan sapi bakalan dari negara yang belum bebas PMK, swill feeding dari kapal laut dan pesawat, impor ilegal kambing dan domba dari nnegara endemis PMK. Selain itu hampir seluruh negara Asia Tenggara merupakan endemis PMK,” ujar Suwarno. Menurut Suwarno, melarang keluar masuknya hewan dari daerah wabah, biosecurity dan vaksinasi merupakan beberapa tindakan pencegahan yang penting dan perlu dilakukan. Selain narasumber dari luar, Webinar juga mengundang narasumber dari internal BBUSKP, Muhammad Nova Raditya, Dokter Hewan Karantina yang memaparkan mengenai teknis pengambilan dan pengiriman sampel, termasuk media transpot yang digunakan. Dalam paparannya Nova menekankan perlunya melakukan deteksi dini, biosecurity, dekontaminasi, pengawasan dan tindakan supportif lainnya sehingga PMK bisa diatasi. Melalui webinar diharapkan BBUSKP sebagai laboratorium rujukan dapat menjadi pemimpin bagi UPT dalam hal pengambilan dan pengujian sampel untuk ternak hidup (sapi, kambing, domba, babi) sehingga mitigasi risiko dan deteksi dapat dilakukan lebih awal.